Kamis, 13 Oktober 2011

Turing THB HTML Bogor : Meraung Dalam Kesunyian.......

 Deru macan membelah sunyinya hutan.
Menyatukan nafas kami dengan rumput dan pepohonan.
Tiada kata terucap selain mata tajam menatap.
Menembus malam dalam indahnya pekat.
Sebuah kebersamaan bersama para sahabat……..
(Sebuah malam di jalur pameungpeuk-cianjur selatan, turing THB Bogorianz 2011)

Apa yang para biker bayangkan sewaktu menyusuri jalan berliku dan merasakan terpaan angin sewaktu melampiaskan sebuah hasrat maskulin bernama turing? Apakah mereka membayangkan dirinya menjadi Valentino Rosi, Casey Stoner atau Jorge Lorenso yang kemampuan manuvernya merajai sirkuit motoGP? Barangkali ada juga yang membayangkan dirinya bak Ali Topan, pemuda yang gemar mengendarai motor mengejar kebebasan. Kalau saya jelas memilih sebagai diri saya sendiri, seorang manusia yang ternyata memiliki keterbatasan. Hasrat untuk terus melaju demi mengejar sunrise dan hembusan sejuk angin pagi di pantai Pangandaran pupus sudah disaat perjalanaan turing kesana terpakasa dihentikan karena rasa kantuk dan lelah yang tidak bisa diajak kompromi. 5 jam melaju diatas tiger sejak kami berangkat dari Tajur Bogor jam 10 malam dan kemudian menyusuri jalur Puncak, Cianjur, Bandung, Cilenyi ternyata sudah cukup menguras energi. Setelah mata tidak bisa fokus melihat kendaraan di depan termasuk melihat tiger bro Wahyu yang melaju 2 meter di depan saya, terpaksa saya harus mengangkat tangan kiri, tanda saya harus berhenti. Bro Eko, sang sweeper yang dengan setia membuntuti saya di belakang sejak saya mengurangi speed sigap menghampiri. Setelah saya jelaskan bahwa saya tidak kuat lagi meneruskan perjalanan, segera saja dia menarik handle gas mengejar sebagian rombongan yang terus meluncur di depan.


 Mana bayi sehat pilihan anda?

Alhasil, setelah semua rombongan berhasil disatukan, kamipun terpaksa “menginap” menghabiskan sisa malam di emperan sebuah mushola kecil di daerah Ciamis. Padahal sisa perjalanan mencapai Pangandaran tinggal 2 jam-an lagi. Jadilah kami menikmati tidur gaya biker sejati, ngaprak. Tidak ada kasur dan bantal empuk, selimut hangat, apalagi dekapan istri. Sebagai gantainya, kami semua tidur beralas dinginnya lantai emperan mushola, berbantalkan jaket dan berselimutkan jas hujan demi melawan hawa dinginnya malam di Ciamis. Tepat jam 3 pagi, satu persatu kami, bro Goen, bro Eko, bro Idrus, bro Aryo dan bro Wahyu, dan sayapun terlelap dibuai deru kendaraan yang sesekali melintas di depan mushola. Tidak ada kepala sekolah, tidak ada karyawan, tidak ada paswampres, tidak ada staff gubernur, tidak ada direktur bank, semuanya bersama-sama ngaprak memejamkan mata. Jika tidak karena kumandang adzan subuh dari dalam mushola barangkali kami tidak akan terbangun. Maka setelah pujian kepada Tuhan itu terdengar serta menyelesaikan sholat subuh, dengan mata yang masih tergelanyut kantuk, tanpa mandi dan gosok gigi kami pun segera memanaskan tiger untuk kemudian melaju meneruskan perjalanan. Jadilah kami menyapa pagi dengan deru tiger kami masing-masing. Peralihan gelapnya malam ke arah benderang pagi menimbulkan sensasi tersendiri. Setelah pagi benar-benar benderang, kami pun mengusir kantuk dengan pedasnya semangkok bubur ayam di daerah Banjar.

Menyambut pagi di Banjar Patroman

Jam menunjuk angka 08.30 saat akhirnya kami mencium aroma pantai Pangandaran yang indah. Roda-roda tiger kami akhirnya menyatu dengan lembutnya pasir putih. Senyum manis bro Dorri dan bro Indro yang berangkat dari Bogor dalam kloter 1 menyambut kedatangan kami sewaktu kami akhirnya mencapai vila Lodging di Pangandaran. Jarak pantai ke villa hanya berjarak 200-an meter membuat debur ombak sayup terdengar. Beningnya air laut yang datang selapis demi selapis dalam gulungan ombak untuk sesaat berhasil mengobati penat kami yang semalaman melakukan perjalanan. Di dalam villa sudah berkumpul para Bogorianz lainnya, ada bro Uchu, bro Arif, bro Yopan, bro Jambul, bro Lucky dan bro Yudi. Ada juga bro Heru dan bro Jacko yang datang dengan keluarganya. Sebagian dari mereka tampak tertidur. Mereka sudah sampai di villa malam sebelum kami. Memang pemberangkatan dari Bogor terbagai dalam 2 kloter. Peluk cium dan salam-salamanpun menghiasi perjumpaan kami. Saling berbagi cerita seputar keberangkatan dan perjalanan kami menjadi topik bualan yang mengasyikan.

Sesaat setelah sampai di villa, bro Eko dan bro Lucky langsung sibuk menambal muka eh tangki tiger bro Idrus yang bocor. Untunglah bro Aryo membawa lem poxy yang dengan sukses menambal kebocoran. 3 jam berikutnya adalah waktu istirahat, mandi, makan dan tidur. Tapi saya tidak bisa berlama-lama membaringkan badan siang itu, karena sekitar jam 11 semua Bogorianz harus meluncur ke Green Canyon, obyek wisata terkenal lainnya di Pangandaran. Jarak dari villa ke Green Canyon kami tempuh dalam 45 menit dengan kecepatan sedang. Maklum, sudah bosan geber gas terus semalaman. Acara selanjutnya benar-benar menjadi acara wisata. Jadilah siang hingga menjelang petang itu semua Bogorianz bergembira menikmati indahnya Green Canyon, sebuah obyek wisata berupa muara sungai Cijulang yang diapit bebatuan karang tinggi menjulang di kanan kirinya. Acara dimulai dengan makan siang penuh gelak tawa di sebuah warung makan sunda, dilanjutkan dengan berperahu menyusuri indahnya muara sungai yang berair jernih itu. Setelah sedikit berantem dengan tukang perahu yang membawa rombongan Bogorianz (bukan Bogorianz kalau gak pake berantem!) sebagian dari kami berenang menikmati eksotisme Green Canyon. Menjelang petang semua Bogorianzpun kembali kembali ke villa guna beristirahat. Sebagian dari kami menghabiskan petang di pasir putih pantai Pangandaran sambil mendendangkan syair lagunya Doel Sumbang, …..sisi laut pangandaran……… Keindahan hamparan lautan nan luas dengan debur ombak dan bisikan angin pantai akhirnya menjadi pengiring tidur kami malam itu…..

Menikmati pesona Green Canyon

Pagi harinya jam 8.30 semua Bogorianz sudah bersiap melaju guna kembali ke Bogor. Setelah sarapan bubur ayam sambil memandang hamparan laut lepas, belanja ikan jambal, briefing, berdo’a dan berpamitan dengan bro Heru dan bro Jacko yang masih berada di villa bersama keluarga, kamipun meluncur meninggalkan pantai Pangadaran yang menawan itu. Kali ini jalur yang kami tempuh adalah jalur yang berbeda yaitu melewati Cijulang, Cikalong, Cipatujah, Pameungpeuk, Garut, Cianjur Selatan, Cianjur kota, Puncak, Bogor. Bro Arif yang asli Pangandaran dan bro Lucky yang sudah kenal wilayah dipercaya menjadi S.O. Jalur yang kami lewati sangat bervariasi, tapi tidak terlalu ekstrim, berpasir, berdebu, hingga berkerikil membuat kami harus berhati-hati terutama disaat menikung. Kecepatan kami bervariasi antara 60-100 kpj. Di sekitar Pameungpeuk, pemandangan sungguh eksotis. Di sepanjang jalan yang mulus kami menikmati hamparan birunya laut di sebelah kiri sedang sebelah kanan terhampar padang rumput, perkebunan atau perbukitan. Sejauh mata memandang hanya alam yang menyapa deru tiger kami. Di daerah Sancang, Garut, di tepian hutan jati saat berhenti istirahat, kami bertemu dengan rombongan para tigerist. Rupanya mereka adalah para brother dari GTR (Garut Tiger Rider) yang baru saja menghadiri pernikahan salah satu membernya.

Brotherhood everywhere

Di pantai Pameungpeuk kami beristirahat, makan siang dan sholat dzuhur sebelum kembali menarik gas. Pantai Pameungpeuk sendiri tidak kalah indah dengan Pangandaran. Sama-sama berair jernih, berpasir putih dan berada di sebuah teluk yang indah. Hanya saja waktu itu terlihat suasanannya tidak seramai pantai Pangandaran. Jam 2 kamipun kembali melaju meninggalkan pantai Pameungpeuk. Jalur yang kami tempuh selanjutnya adalah sebuah jalur menembus pepohonan. Untungnya kondisi jalan sangat mulus. Saat melewati jalur ini beberapa trouble kecil terjadi. Bro Goen mengalami putus rantai dan bro Eko mengalami patah bracket box-nya. Untunglah bro Goen sangat lihai menyambung kembali rantainya dan bro Eko terpaksa memindahkan kedua side boxnya di wingrack saya. Setelah melaju 30 menit, kembali trouble terjadi. Kali ini tangki bro Yudi yang mengalami kebocoran. Kembali lem poxy bro Aryo menjadi dewa penyelamat.

Setelah semua trouble diatasi kamipun kembali menggeber si macan. Dengan terkadang disertai gerimis kecil ditambah suasana yang mulai gelap membuat kami harus berhati-hati menjaga ritme rombongan. Suasana mencekam sekaligus asyik menyertai rute ini. Ratusan tikungan, tanjakan dan turunan dengan rimbunan pepohonan di kiri kanan jalan membuat kami harus membisu berkonsentrasi mengendalikan motor, hanya raungan mesin si macan yang terdengar. Percaya atau tidak, ternyata bro Eko menghitung semua tikungan yang ada. Jumlahnya ada 816 tikungan! Jika tidak percaya, silahkan hitung sendiri…… Beberapa kali bro Idrus yang shockbreaker depannya bermasalah, menikung terlalu lebar.

Bersamaan dengan waktu Maghrib kami berhenti di sebuah mushola guna menunaikan sholat Maghrib dan membasahi kerongkongan kami yang kering. Di sini tragedi tangki bocor kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban adalah tangki tiger korwil, bro Uchu yang segera diatasi. Sementara itu hati kami banyak yang dag-dig-dug karena kebanyakan tangki bensin tiger kami sudah berada di level bawah sedang dari tadi yang namanya pom bensin belum memperlihatkan batang hidungnya. Selepas briefing kecil dan evaluasi turing kembali kami menggeber si macan. Rencana untuk mengisi bensin kembali pupus karena pom bensin yang menjadi harapan kami ternyata sudah tutup. Untunglah memasuki Cianjur terdapat sebuah pom bensin yang masih buka dan menjadi tempat mengisi tangki tigy kami yang kehausan.

HTML and the nature....

Di Cianjur, kami beristirahat kembali untuk menyegarkan badan dengan soto, sate, bubur ayam dan kopi susu. Dan satu jam berikutnya kami sudah menggeber kembali di jalan raya menyusuri jalur puncak-cipanas. Di kisaran pasar Cisarua kami berhenti sejenak. Bro Eko mengambil kembali 2 side box E21-nya yang sejak dari pameungpeuk nggemblok di wingrack saya. Setelah itu sayapun memisahkan diri karena rumah hanya tinggal berjarak 200m, sedang yang lainnya meneruskan meluncur ke arah bogor yang sudah tidak jauh lagi. Sekitar jam 12 malam saya pun kembali tiba di rumah. Kembali saya menemukan kasur dan bantal empuk, selimut hangat dan pelukan istri…… Tapi sisi liar dalam diri saya tetap memberontak merindukan kembali suasana ngaprak bersama para sahabat saya, HTML Bogorianz…………

Writen by : Herry Wongkeb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar